Pernah nggak sih waktu SMA dulu, berpikir kalau universitas negri itu lebih bagus daripada universitas swasta? Saya pernah.
Tapi seingat saya, itu tidak berlangsung lama. Saya kemudian mendapati bahwa pikiran saya agak sedikit lebih dewasa dari teman-teman saya, saya berpikir bahwa semuanya tergantung dari individunya sendiri. Makanya saya tidak begitu mendengarkan "kata-kata nggak enak" dari orang-orang di sekitar saya ketika saya memilih untuk 'mendudukkan diri' saya ke kursi FK Trisakti ketimbang FKG Unpad yang saya dapatkan dari SPMB/UMPTN. Kenapa? karena saya percaya bahwa kesuksesan itu tergantung dari individunya, bukan institusi tempat dia belajar. Okey, memang sistem sedikit banyak akan berpengaruh, tapi kenyataannya tidak semua lulusan universitas negri itu sukses, dan tidak semua lulusan universitas swasta itu tidak sukses.
Banyak sih waktu itu kalimat-kalimat yang mampir di telinga saya, ketika mulai banyak orang tau saya memilih untuk menjadi mahasiswi universitas swasta, misalnya :
"kok masuk trisakti sih?" *dengan nada luar biasa heran*
"udah ambil FKG Unpad-nya aja, setaun, trus taun depan ikut SPMB lagi deh..."
"emang trisakti bagus?" *dengan nada sok tahu, dan saya yakin dia bukan menilai "trisakti"nya, tapi cuma melihat dari faktor "swasta"nya saja*
Masih ada lagi deh, kalimat-kalimat yang lain, tapi saya udah lupa. Tapi saya memang ikut SPMB dengan prinsip "siapa tau dapet FK UI", dan seingat saya waktu itu saya memang nggak terlalu 'hot' belajar untuk dapet kursi disana. Benar-benar nothing to lose. Walaupun kalau dapet juga pastinya saya akan senang, karena bayar semester-nya bakalan lebih murah, dan yang paling penting adalah : lebih dekat dari rumah saya
Fenomena universitas negri dan swasta itu terus berlanjut lho, bahkan ada hal-hal yang membuat saya heran. Banyak teman-teman saya yang masih menyesali "kenapa nggak berhasil masuk universitas negri". Kalau menurut saya sih, ini menurut saya lho... mbok ya sudahlah, hadapi saja yang ada, fokus, konsentrasi pada dirimu dan lakukan yang terbaik, nggak perlulah sampai terlihat nelangsa seperti itu (beneran ada lho temen saya yang masih terlihat menyesali dirinya karena dia bukan mahasiswi universitas negri). Kalau menurut saya sih (sekali lagi ya, ini cuma menurut saya), memangnya apa sih yang kamu impikan yang ada di universitas negri? toh disana juga kamu harus berjuang, sama seperti sekarang. Dan menurut saya juga nggak harus bangga juga kalau kamu bisa masuk universitas negri, itu kebanggan yang salah total (sorry to say, but that's true)
Ada satu cerita, yang bikin saya semakin yakin bahwa bukan negri atau swasta-nya yang penting, tapi individu-nya. Jadi beberapa hari yang lalu saya sakit, nggak enak badan udah beberapa hari. Berhubung kerjaan lagi banyak, jadi saya memutuskan ke dokter. Dokter yang saya kunjungi ini adalah dokter anak yang cukup berpengalaman, beliau juga seorang konsulen kesehatan anak. Saya sudah cukup lama 'langganan' sama dokter ini, jadi beliau sudah kenal saya dan tahu kalau saya mahasiswi kedokteran, jadi setelah saya diperiksa dan diberi wejangan tentang pola hidup sehat dan pastinya disuruh mengurangi berat badan (it always be like that), biasanya ditutup dengan ngobrol-ngobrol tentang pendidikan kedokteran. Nah kebetulan pada kesempatan itu beliau cerita tentang residen (dokter umum yang sedang mengikuti program pendidikan dokter spesialis) dimana beliau sebagai pembibimbing para residen itu. Kurang lebih percakapannya seperti ini :
dokter : mbak kalau mau ambil spesialis mendingan PTT dulu, biar udah pernah terjun langsung ke masyarakat.
saya : oh gitu ya dok, tadinya sih saya mau langsung aja ambil spesialis, nanti PTT-nya PTT spesialis, gitu dok...
dokter : iya tapi nanti pengetahuannya beda mbak. Itu residen ada 3 orang, payah-payah tuh mbak. Nggak tau apa-apa... padahal lulusan FK ............ (menyebutkan salah satu universitas negri di Jakarta yang sangat terkenal dan dipuja-puja orang). Wah, itu pemeriksaan, diagnosis, resep, sebagian besar ya masih saya yang ngerjain. Gitulah, gimana ya, blo'on, nggak tau apa-apa...
saya : *melongo* hah? itu lulusan FK ..............., dok?
dokter : iya
saya : ooooh, kirain kalo lulusan FK ............. pinter-pinter, ternyata enggak juga ya dok?
dokter : yah, enggak mbak. Nggak juga.
saya : *dalam hati* "OH TERNYATA..."
Begitulah, itu fakta. Cerita yang bukan saya karang, tapi saya dengar langsung dari seorang dokter spesialis anak yang berpengalaman.
Jadi saya pikir sama aja yah, nggak usah suka membeda-bedakan. Kita semua bukan dinilai dari tempat dimana kita belajar, tapi dari kesungguhan kita untuk bisa bermanfaat buat orang-orang di sekitar kita...
Tapi seingat saya, itu tidak berlangsung lama. Saya kemudian mendapati bahwa pikiran saya agak sedikit lebih dewasa dari teman-teman saya, saya berpikir bahwa semuanya tergantung dari individunya sendiri. Makanya saya tidak begitu mendengarkan "kata-kata nggak enak" dari orang-orang di sekitar saya ketika saya memilih untuk 'mendudukkan diri' saya ke kursi FK Trisakti ketimbang FKG Unpad yang saya dapatkan dari SPMB/UMPTN. Kenapa? karena saya percaya bahwa kesuksesan itu tergantung dari individunya, bukan institusi tempat dia belajar. Okey, memang sistem sedikit banyak akan berpengaruh, tapi kenyataannya tidak semua lulusan universitas negri itu sukses, dan tidak semua lulusan universitas swasta itu tidak sukses.
Banyak sih waktu itu kalimat-kalimat yang mampir di telinga saya, ketika mulai banyak orang tau saya memilih untuk menjadi mahasiswi universitas swasta, misalnya :
"kok masuk trisakti sih?" *dengan nada luar biasa heran*
"udah ambil FKG Unpad-nya aja, setaun, trus taun depan ikut SPMB lagi deh..."
"emang trisakti bagus?" *dengan nada sok tahu, dan saya yakin dia bukan menilai "trisakti"nya, tapi cuma melihat dari faktor "swasta"nya saja*
Masih ada lagi deh, kalimat-kalimat yang lain, tapi saya udah lupa. Tapi saya memang ikut SPMB dengan prinsip "siapa tau dapet FK UI", dan seingat saya waktu itu saya memang nggak terlalu 'hot' belajar untuk dapet kursi disana. Benar-benar nothing to lose. Walaupun kalau dapet juga pastinya saya akan senang, karena bayar semester-nya bakalan lebih murah, dan yang paling penting adalah : lebih dekat dari rumah saya
Fenomena universitas negri dan swasta itu terus berlanjut lho, bahkan ada hal-hal yang membuat saya heran. Banyak teman-teman saya yang masih menyesali "kenapa nggak berhasil masuk universitas negri". Kalau menurut saya sih, ini menurut saya lho... mbok ya sudahlah, hadapi saja yang ada, fokus, konsentrasi pada dirimu dan lakukan yang terbaik, nggak perlulah sampai terlihat nelangsa seperti itu (beneran ada lho temen saya yang masih terlihat menyesali dirinya karena dia bukan mahasiswi universitas negri). Kalau menurut saya sih (sekali lagi ya, ini cuma menurut saya), memangnya apa sih yang kamu impikan yang ada di universitas negri? toh disana juga kamu harus berjuang, sama seperti sekarang. Dan menurut saya juga nggak harus bangga juga kalau kamu bisa masuk universitas negri, itu kebanggan yang salah total (sorry to say, but that's true)
Ada satu cerita, yang bikin saya semakin yakin bahwa bukan negri atau swasta-nya yang penting, tapi individu-nya. Jadi beberapa hari yang lalu saya sakit, nggak enak badan udah beberapa hari. Berhubung kerjaan lagi banyak, jadi saya memutuskan ke dokter. Dokter yang saya kunjungi ini adalah dokter anak yang cukup berpengalaman, beliau juga seorang konsulen kesehatan anak. Saya sudah cukup lama 'langganan' sama dokter ini, jadi beliau sudah kenal saya dan tahu kalau saya mahasiswi kedokteran, jadi setelah saya diperiksa dan diberi wejangan tentang pola hidup sehat dan pastinya disuruh mengurangi berat badan (it always be like that), biasanya ditutup dengan ngobrol-ngobrol tentang pendidikan kedokteran. Nah kebetulan pada kesempatan itu beliau cerita tentang residen (dokter umum yang sedang mengikuti program pendidikan dokter spesialis) dimana beliau sebagai pembibimbing para residen itu. Kurang lebih percakapannya seperti ini :
dokter : mbak kalau mau ambil spesialis mendingan PTT dulu, biar udah pernah terjun langsung ke masyarakat.
saya : oh gitu ya dok, tadinya sih saya mau langsung aja ambil spesialis, nanti PTT-nya PTT spesialis, gitu dok...
dokter : iya tapi nanti pengetahuannya beda mbak. Itu residen ada 3 orang, payah-payah tuh mbak. Nggak tau apa-apa... padahal lulusan FK ............ (menyebutkan salah satu universitas negri di Jakarta yang sangat terkenal dan dipuja-puja orang). Wah, itu pemeriksaan, diagnosis, resep, sebagian besar ya masih saya yang ngerjain. Gitulah, gimana ya, blo'on, nggak tau apa-apa...
saya : *melongo* hah? itu lulusan FK ..............., dok?
dokter : iya
saya : ooooh, kirain kalo lulusan FK ............. pinter-pinter, ternyata enggak juga ya dok?
dokter : yah, enggak mbak. Nggak juga.
saya : *dalam hati* "OH TERNYATA..."
Begitulah, itu fakta. Cerita yang bukan saya karang, tapi saya dengar langsung dari seorang dokter spesialis anak yang berpengalaman.
Jadi saya pikir sama aja yah, nggak usah suka membeda-bedakan. Kita semua bukan dinilai dari tempat dimana kita belajar, tapi dari kesungguhan kita untuk bisa bermanfaat buat orang-orang di sekitar kita...
13 comments:
hahaha..
itu fk ui yaaa????
=D
bener tu ciy..
oya 1 hal yg bikin ko 'sdikit' menyesal ga masuk negri ialah mereka bisa lulus pas atau krg dari 6 tahun..
tp urusan otak??
sama aja =)
ijal ---> gyagyagya,,, ndak usah disebutkan tho koko...
oiya cuman itu sih untungnya, jadi bisa lebih cepet setaun... =D
hehehe
bahkan tanpa kuliah pun, seseorang bisa melebihi kemampuan orang yang kuliah.
yang penting pola fikir dan kemampuan bermimipi.
betulll?
ayo berani bermimpi!!
empe ---> betulll! ^o^
hahaha.. gw kok bisa ngebayangin lo ngomong "OH TERNYATAA..." ya pol... hehehe..
yah orang2 lebih suka univ. negri mungkin juga krn FASILITAS mereka lebih LENGKAP, DIBANTU pemerintah dan NGGA BAYAR uang aneh-aneh.
Tinggal balik ke orangnya sendiri, lebih suka identitasnya ditempelin ke jurusan atau universitas: "Mo belajarnya di mana aja, saya bakal jadi dokter kok." atau "saya anak UI locchhhh tapi bukan dokter siyy.. ga sesuai cita-cita saya tapi yach.. tapi.. tapi yang penting kan saya UIIIII..."
melissa ---> mel... tolong itu ya kenapa mesti belakangnya pake "ch", hyahahaha... "looooch", "yach"...
sudahlah mel...
btw, besok jangan telat ntar mesti ngulang pandas kulit...
Yah, again, Don't Judge book buy its cover.. Tapi dari kopernya... Halaaaah.....
Dulu ya, fa...pas lagi rame2nya peristiwa malpraktek, aku sempet diingetin ma temenku begini, "Yel, kalo periksa ke dokter tuh, ditanya dulu, alumni FK mana." Tapi, ternyata ga ngaruh juga ya...mungkin bukan masalah yang bersangkutan itu pinter atau nggak pinter atau juga kurang menguasai ilmu, kadang masalahnya adalah kurang pengalaman, jadi kurang pede untuk menerapkan ilmu yang didapat di bangkyu kuliah dulu (cieeeh....). Makanya disarankan untuk PTT dulu baru ngambil spesialis. Begitu sih, menurutku...
=dr.D
mba alumni FK trisakti, udah PTT dan lagi PPDS, waktu didaerah banyak banget lulusan negeri malah bloon seperti dosis obat ngga tahu, makanya adik2 belajar selain teori juga belajar hub.interpersonal ke pasien/masyarakat. krn masy. mencap lulusan swasta itu anak2 org2 kaya. padahal kuliah di trisakti pada jaman saya paling murah diantara FK swasta lain! selamat berjuang!
Assalamualaikum, ka bisa minta kontaknya? Untuk sedikit tanya2 seputar fk trisakti
thx
Bimbingan Belajar Khusus
Masuk Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Swasta (PTS) 20-21 jan yarsi jkt
14 jan UNTAR jkt
14 jan atma jaya jkt
20-21 jan Umj jkt
21 jan trisakti jkt
21 jan ukrida jkt
21 jan widya mandala
27 jan fkg moestopo jkt
Proses Karantaina dimulai H-1 sebelum tes
•Belajar dengan instens dan mudah
•Bimbingan tersedia 24jam
•Ruang belajar yang nyaman dg fasilitas yang memadai
•Pembimbing berpengalaman
•Dan jaminan lolos sesuai target
•Pembayaran dilakukan setelah dinyatakan lolos
more info : 0813 2189 6094 or buluxmamoru@gmail.com
dear all Ada yg minat fk & fkg TRISAKTI & moestopo .... segera ya hanya untuk 4 orang saja :)
info :buluxmamoru@gmail.com
Post a Comment