Sudah lama sekali saya tidak bicara isu-isu tentang perempuan. Saya memang termasuk orang yang concern tentang itu, bahkan duluuu sekali saya pernah benar-benar berniat untuk bergabung dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang khusus menangani masalah perempuan. Alasannya? Sederhana, saya hanya tidak suka melihat perempuan dianggap remeh dan dipandang hanya dengan sebelah mata. Bukan, saya bukan feminis. Saya cuma perempuan biasa yang tidak suka kaum saya dimarginalkan, atau apapun itu namanya.
Jadi, apa yang membuat saya kembali bicara tentang ini?
Begini ceritanya,
Satu hari saya dan dua orang teman saya ikut mendampingi seorang dokter (laki-laki, tentunya) di praktek poliklinik salah satu Rumah Sakit di Jakarta. Pasien datang silih berganti, dan saat pergantian pasien yang memakan waktu agak lama, pak dokter pembimbing kami itu memberikan wejangan pada kami, kurang lebih begini :
“Mahasiswa sekarang itu maunya serba enak, dikasih tantangan sedikit saja sudah mengeluh ini-itu. Dulu jamannya saya, semua harus dengan perjuangan, sulit. Kalau sekarang sih rata-rata kalian itu ndak mau susah. Apalagi yang perempuan, mikirnya “”Ah ndak usah repot-repot, nanti kan ada suami””
JREEENG…
Saya yang tadinya mendengarkan dengan seksama dan membenarkan perkataan pak dokter di kalimat-kalimat pertama, tanpa pikir panjang, tanpa tedeng aling-aling, dan tentu saja dengan melupakan kalau beliau adalah pembimbing saya yang mungkin saja tidak suka saya potong pembicaraannya, spontan bicara dengan intonasi dan ekspresi wajah yang sangat datar “Nggak dok, nggak kayak gitu”.
Pak dokter yang sepertinya tersadar bahwa saya tidak suka dengan kata-kata beliau langsung meralat perkataannya “Lho ya ndak, ini kan biasanya saja begitu”.
Iya memang sih, mungkin di dunia ini, entah di belahan bumi yang sebelah mana, ada perempuan yang punya pola pikir seperti itu. Tapi saya tidak. Sekali lagi, saya tidak pernah punya pikiran seperti itu. S-a-m-a—s-e-k-a-l-i. Saya memang punya keinginan untuk menikah suatu saat nanti ketika saya sudah dewasa, tapi benar-benar saya tidak terlintas ide macam itu, seperti yang pak dokter katakan tentang perempuan.
Selama ini saya juga berjuang (walaupun mungkin tidak seperti mahasiswa jaman dulu sih, hehehe), tapi setidaknya saya selalu punya keinginan untuk bisa “berdiri sendiri”. Kita tidak pernah tahu seperti apa kehidupan kita di masa depan, tapi setidaknya saya masih punya impian untuk tidak bergantung penuh pada orang lain, siapapun itu. Ibu saya juga tidak pernah mengajarkan saya untuk berpikiran seperti anggapan pak dokter, jadi maaf ya pak dokter, saya potong wejangannya :)
Jadi, apa yang membuat saya kembali bicara tentang ini?
Begini ceritanya,
Satu hari saya dan dua orang teman saya ikut mendampingi seorang dokter (laki-laki, tentunya) di praktek poliklinik salah satu Rumah Sakit di Jakarta. Pasien datang silih berganti, dan saat pergantian pasien yang memakan waktu agak lama, pak dokter pembimbing kami itu memberikan wejangan pada kami, kurang lebih begini :
“Mahasiswa sekarang itu maunya serba enak, dikasih tantangan sedikit saja sudah mengeluh ini-itu. Dulu jamannya saya, semua harus dengan perjuangan, sulit. Kalau sekarang sih rata-rata kalian itu ndak mau susah. Apalagi yang perempuan, mikirnya “”Ah ndak usah repot-repot, nanti kan ada suami””
JREEENG…
Saya yang tadinya mendengarkan dengan seksama dan membenarkan perkataan pak dokter di kalimat-kalimat pertama, tanpa pikir panjang, tanpa tedeng aling-aling, dan tentu saja dengan melupakan kalau beliau adalah pembimbing saya yang mungkin saja tidak suka saya potong pembicaraannya, spontan bicara dengan intonasi dan ekspresi wajah yang sangat datar “Nggak dok, nggak kayak gitu”.
Pak dokter yang sepertinya tersadar bahwa saya tidak suka dengan kata-kata beliau langsung meralat perkataannya “Lho ya ndak, ini kan biasanya saja begitu”.
Iya memang sih, mungkin di dunia ini, entah di belahan bumi yang sebelah mana, ada perempuan yang punya pola pikir seperti itu. Tapi saya tidak. Sekali lagi, saya tidak pernah punya pikiran seperti itu. S-a-m-a—s-e-k-a-l-i. Saya memang punya keinginan untuk menikah suatu saat nanti ketika saya sudah dewasa, tapi benar-benar saya tidak terlintas ide macam itu, seperti yang pak dokter katakan tentang perempuan.
Selama ini saya juga berjuang (walaupun mungkin tidak seperti mahasiswa jaman dulu sih, hehehe), tapi setidaknya saya selalu punya keinginan untuk bisa “berdiri sendiri”. Kita tidak pernah tahu seperti apa kehidupan kita di masa depan, tapi setidaknya saya masih punya impian untuk tidak bergantung penuh pada orang lain, siapapun itu. Ibu saya juga tidak pernah mengajarkan saya untuk berpikiran seperti anggapan pak dokter, jadi maaf ya pak dokter, saya potong wejangannya :)
4 comments:
cici emang semangat kalo ngomongin ginian :-)
tp jgn sampe jadi kyk rieke ya ci..
semangat banget..
jadi salut..
salam kenal..
He9x.. Tu image-nya dr poster2 jaman World War II pas kaum wanita US diharap bisa berbuat banyak membantu kaum pria yg sedang pergi berperang.
Salam kenal,
Aan
Senengnya ada sesama yg berpikiran sama.. :D
Post a Comment