Monday, January 28, 2008

history taking : our first topic



Hari ini adalah hari pertama saya mengikuti program kepaniteraan dasar yang diadakan oleh kampus saya. Ini adalah program pembekalan sebelum para mahasiswa mengikuti program studi profesi dokter (PSPD), atau menjadi seorang ko-asisten di rumah sakit pendidikan.

Untuk hari pertama, topik yang diajarkan hanya seputar anamnesis. Dan seperti biasa, saya mendengarkan sambil mengantuk. Dosen saya menjelaskan panjang lebar, mungkin hanya sekitar 70% materi yang berhasil masuk ke otak saya. Sisanya hilang lenyap entah kemana. Tapi ada perkataan dari beliau yang sampai sekarang saya masih teringat-ingat. Sebelum menerangkan materi hari ini, beliau berkata "Anda akan dididik untuk tidak boleh lupa, tidak boleh bodoh, dan tidak boleh melakukan kesalahan. Anda membutuhkan perfeksionisme. Sempurna. Karena itulah yang pasien harapkan dari anda."

Hm... jujur saja, saya terkesima dan merinding seketika waktu beliau berkata demikian. Dan ada satu lagi kalimat dari beliau yang mungkin nanti akan saya tulis besar-besar di sehelai kertas dan saya pasang di kamar saya : "Tidak ada dokter bodoh yang dicari orang"

Saya pikir itu akan memotivasi saya, yang akhir-akhir ini sangat malas dan agak patah semangat untuk meneruskan perjalanan menuju profesi dokter...

Sunday, January 27, 2008

forgotten education...



Ini adalah foto seorang anak yang berumur kira2 11 tahun, wajah tidak saya perlihatkan untuk menjaga nama baik, hehehe :p Anak ini mengenakan busana model kemben terusan sebatas lutut. Yah walaupun (katanya) anak ini sudah duduk di kelas 6 SD, tetap saja di mata saya dia adalah anak-anak. Waktu saya perhatikan anak ini, saya jadi ingat perkataan seseorang pada saya, "nanti kalo kamu punya anak jangan dipakein baju-baju seksi ya". Yang mana waktu itu saya jawab dengan cepat "iya laaahhh..."

sebelumnya saya minta maaf dulu ya, karena sebenarnya sih saya agak-agak sok tahu ya nulis seperti ini, berhubung saya belum pernah punya anak. Jadi jangan tersinggung bila ada yang tersinggung dengan tulisan saya :) Yah, ini hanya pemikiran saya saja koq. Tapi saya memang dari dulu sudah berniat untuk mengajarkan cara berpakaian yang sopan pada anak saya kelak, bahkan mungkin sejak masih kecil sekali. Mungkin saya tidak memakaikan dia baju yang benar-benar tidak berlengan sama sekali, paling tidak ada lah yang menutup lengannya walaupun sedikiiit sekali, seperti ini misalnya :



Entah kenapa saya bisa punya pikiran seperti ini, mungkin karena saya pernah mendengar cerita dari tante saya. Tante saya bercerita tentang salah seorang teman anaknya yang bersekolah di sebuah TK Islam di daerah Bekasi. Pada suatu hari anak ini memakai baju tanpa lengan, kebetulan hari itu murid-murid TK memang diperbolehkan untuk memakai baju bebas ke sekolah. Nah, ketika ibu guru melihat pakaian anak ini, ibu guru berkata "nak, besok lagi kalau pakai baju nggak usah yang seperti ini ya, tuh liat, jadi keliatan kan... :) bilang sama mama ya..." Waktu itu saya begitu terkesan denagn ibu guru itu (atau memang TKnya yang menghimbau semua guru-gurunya untuk mengajarkan hal seperti itu ya?). I'm so inspired... :) dan sekaligus juga saya jadi sadar bahwa (mungkin ya, maklumlah belum berpengalaman) jenjang pendidikan awal seperti pre-school dan TK itu sangat amat penting untuk diperhatikan, konsep seperti apa yang ditawarkan dan model edukasi seperti apa yang mereka terapkan. Jadi mungkin bukan sekedar taman bermain, tapi juga untuk menanamkan hal-hal seperti yang saya bicarakan tadi, yang mana terkadang hal-hal itu semakin terlupakan...

Thursday, January 24, 2008

perempuan, haruskah terus menjadi objek kekerasan media?



gambar apakah ini? hehehe.Ini adalah gambar yang diambil dari potongan iklan salah satu produk pemutih yang sangat populer, yang tentu saja tidak perlu saya sebutkan namanya. Sudah bisa menebak iklan apa?

Iya, ini adalah salah satu produk yang iklannya sering sekali ditayangkan di televisi. Ada kalimat yang saya ingat (kata-katanya agak lupa, tapi mungkin kurang lebih begini) misalnya :
"sekarang aku punya banyaaak sekali teman, ini Nara, ini... (diucapkan oleh seorang anak perempuan kecil, yang kakaknya tiba2 dikelilingi banyak laki-laki tampan setelah si kakak pakai produk pemutih)". Atau ada juga iklan versi lain yang menampilkan sepasang suami-istri yang sedang tidur di ranjang dalam posisi yang berjauhan. Lalu setelah 7 hari si istri memakai produk pemutih wajah, pemandangan suami-istri yang sedang tidur itu kembali ditampilkan. Bedanya, kali ini mereka tidur di tengah ranjang dengan posisi yang berdekatan, yang artinya si suami lebih mencintai si istri karena sekarang si istri telah berubah menjadi ---lebih--- cantik (karena wajahnya lebih putih dari sebelumnya). Versi lain? Ada. Kita semua pasti pernah menonton iklan bersambung dari produk ini, yang (lagi-lagi) memperlihatkan seorang perempuan yang mendapatkan kembali cintanya karena dia memakai produk pemutih, dan pacarnya yang dulu pergi pun kembali padanya. Versi yang paling baru? Kali ini giliran sepasang suami-istri publik figur, si istri bercerita dengan cengengesan, bahwa suaminya dulu begini, sekarang begitu, dulu begini, sekarang begitu, dst. Dimana hal yang bersifat "sekarang begitu" ini lebih baik dari yang "dulu begini", intinya yah kurang lebih sama dengan iklan produk ini yang sebelumnya. Masih ada versi-versi lain yang saya kurang ingat (atau malas mengingat?), tapi benang merah dari segala versi ini mudah sekali untuk ditarik, yaitu "putih = cantik ; cantik = putih ; yang tidak putih = kurang cantik" ; kalau ingin tampil menarik = harus putih".

Menurut saya, ini adalah kekerasan terhadap perempuan. Mereka membuat stereotipe tentang sosok bagaimana fisik perempuan seharusnya. Mereka menciptakan kriteria 'cantik dan menarik', yang dilakukan lewat media, sebuah sarana yang hampir tidak mungkin untuk tidak dilihat orang, dan informasi itu dengan mudahnya masuk ke dalam pikiran masyarakat, dalam hal ini khususnya para perempuan. Sayang sekali, karena seharusnya setiap perempuan bisa menyadari bahwa mereka masing-masing punya keunikan, dan bukan hanya dihibur dengan kepemilikan inner beauty :)

Itu hanya salah satu contoh dari sekian banyak kekerasan industri dan media terhadap perempuan. Saya hanya berpikir, bukankah para perempuan sudah direpotkan dengan berbagai macam kekerasan, baik fisik maupun non fisik? Sebut saja kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dalam dunia kerja, atau sampai hal-hal yang kecil seperti di-suit-suit-neng-mau-kemana-nih-sendirian-aja yang dilakukan oleh orang2 yang biasanya nongkrong di pinggir jalan. Dan sekarang, pola pikir mereka pun tidak luput menjadi korban kekerasan, dan ironis nya, sangat mungkin mereka sama sekali tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi korban industri dan media. Eksploitasi habis-habisan tubuh perempuan telah menjadi sesuatu yang biasa di sarana media, seolah-olah perempuan tidak punya sisi lain yang bisa di ekspos.

Cuma satu pertanyaan di pikiran saya, apakah satu hari nanti para perempuan Indonesia bisa menunjukkan dirinya dan membuktikan bahwa mereka punya sesuatu yang bisa dibanggakan, dan bukan hanya sekedar 'sesuatu' yang (mungkin saja) semestinya tidak menjadi konsumsi publik? we'll see...

do what u wanna do (farewell to the piano-teaching-things)



percaya nggak? saya bisa jadi guru piano lho (fyi : saya tidak pernah selesai belajar piano, emmm kalo tidak salah cuma sampai tingkat berapa gitu deh, tapi tiba2 bisa jadi guru piano, aneh ya?), meskipun mungkin lebih tepat dibilang asistennya guru saya, hehehe. Tapi tetep aja toh ketika saya ngajar, guru saya itu lebih sering nggak tau dimana rimbanya. So i was the only teacher in d room...

Duluuu sekali, waktu pertama kali saya ngajar piano, i really enjoyed it lho. Entah karena saya excited dengan pekerjaan baru saya, atau karena waktu itu murid2nya adalah anak2 yang secara umum gampang diatur, karena murid2 yang saya ajar ini adalah anak TK dan SD (kelas bawah ya, bukan kelas 4, kelas 5, atau kelas 6) Tapi lama kelamaan saya merasa saya tidak suka dengan kegiatan ajar-mengajar, khususnya mengajar piano. Kenapa? Saya juga tidak tahu alasannya pastinya, saya cuma merasa 'mungkin saya ini tidak cocok jadi guru piano anak-anak, yang tentunya SANGAT membutuhkan kesabaran tingkat tinggi'. Atau mungkin memang saya masih ber-darah-muda-darahnya-para-remaja? entahlah. Yang jelas saya sangat mengakui bahwa saya ini orangnya sangat tidak sabaran. Dan saya juga bukan tipe perempuan kebanyakan, yang rela mati demi dianggap mempunyai sifat yang sangat perempuan, seperti lembut, ayu, kalem, sabar, keibuan, u name it lah, hehehe. Karena menurut saya tidak semua perempuan harus seperti itu. But i think that a children-piano-teacher really needs those girly (atau womanly? :p) things!

Sebenarnya juga sudah sejak sekitar sebulan lalu saya merasa ke-tidak-enjoy-an saya semakin memuncak. Tapi saya selalu mengurungkan niat untuk mengundurkan diri, dengan berbagai macam alasan. Dan akhirnya saya melewati masa sebulan itu dengan memaksakan diri untuk mengajar. Jadilah saya mengajar dengan tidak pada tempatnya, saya cuma mengajar (dengan benar) anak2 yang bisa diatur, dan untuk anak2 yang tidak bisa diatur? seingat saya, saya sering mengucapkan kata2 "terserah kamu mau ngapain aja", atau "mau les piano atau mau main? kalau mau main, pulang sana", dll. Kasar ya, tapi saya sudah benar2 kehilangan ide untuk bersikap manis, hehehe... dasar saya memang susah untuk menyembunyikan emosi, kalau emosi saya A, yang keluar di wajah dan kata2 saya juga A. Tidak lain dan tidak bukan. Sepertinya saya harus belajar sedikit-sedikit untuk tidak seperti itu ya.

Nah hari kamis kemarin ini, hari terakhir saya ngajar, karena mulai hari senin saya sudah mulai masuk kuliah lagi setiap hari. Senang, akhirnya saya tidak usah bad mood lagi setiap hari kamis, hehehe. Tapi sedih juga ya, karena sebenarnya murid2 saya itu manis2 juga, dan mereka juga sering membuat saya tersenyum dan tertawa melihat tingkah mereka dan kata2 mereka :) Ya sudahlah, yang jelas maybe i wasn't born to be a piano teacher. Dan memang benar kata pepatah, lakukan apa yang hanya benar2 ingin kamu lakukan (yang positif2 aja kali ya? tapi emang ada ya pepatah kayak begitu? nggak ada sih sebenernya, itu cuma karangan saya yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya :p)


cheers... :)